Wednesday, July 27, 2011

Percakapan dengan Ibu penjual Bubur




Tadi pagi, Saya pergi ke warung bubur. Warungnya sepi. Jadi Saya pesan segelas kopi dan meminta rokok. Minta. Bukan beli. Ha ha ha. Warungnya di depan rumahnya. Dan karena sepi, maka Saya dipersilahkan duduk di dalam rumahnya saja temani Ibu yang menjual bubur. Maka, terjadilah percakapan yang tak terasa sekitar dua jam lamanya. Memang, kalau sudah asik mengobrol, Saya kadang lupa waktu. Jadi mungkin sedikit kuceritakan di sini.

Ibu penjual ini tinggal bersama ayahnya dan anak laki – lakinya. Rumahnya besar, bergaya jawa zaman pra kemerdekaan. Kamarnya banyak, ruang tengahnya besar. Di dalam rumah ada pajangan – pajangan keris, dan banyak lukisan cat. Kursinya masih model kursi rotan anyaman dulu. Jadi sambil duduk – duduk, Saya sengaja melihat – lihat sebuah foto Bapak Ibunya, hitam – putih dan sudah sedikit berjamur di pinggirannya, lukisan cat air Ibu-Bapaknya. Dan ada lukisan pemandangan, lukisan Ikan di kolam. Semua lukisan cat.



Surat Wasiat Charlie Chaplin untuk anaknya




Selain berakting Chaplin juga memiliki kemampuan menyutradara, menulis naskah, sekaligus mengisi ilustrasi musik di film-film produksinya sendiri. Masa kecilnya yang dekat dengan kemiskinan dan kemelaratan tidak lantas menjadikannya patah semangat.

Chaplin kecil pernah tinggal di rumah penampungan orang miskin, bekerja untuk imbalan makan dan tempat berteduh di kawasan Lambeth, London. Bersama saudara perempuannya Sydney Chaplin, Chaplin berjuang bahu-membahu agar bisa bertahan hidup.



Di usianya yang sangat dini Chaplin sudah mulai berakting dari panggung ke panggung dalam pertunjukan komedi Music Hall.

Bersamamu Melintasi Lautan




Ingin berbagi dengan semua, tentang puisi kesukaan Saya. Ini bukan punya Saya, penyairnya Saya lupa namanya. Tapi beginilah bunyinya:


Monday, July 18, 2011

Orang Gila, Orang Miskin

Tadi, setelah sejenak Saya mencari sedikit inspirasi di Kampus yang gagal total karena terlalu ramai dan terlalu banyak nyamuk, Saya pulang. Di perjalanan Saya temukan Orang gila yang sedang diganggu oleh segerombolan anak punk. Dan sambil lalu, kuperhatikan remah - remah makanan yang sedang di pilah diantara serakan sampah. Aku jadi berpikir. Ini kemana Pemerintah, kok tidak bisa memperhatikan Orang seperti ini? Apa salahnya? Saya pikir, dia tidak pernah meminta untuk menjadi orang gila kan?

Sunday, July 17, 2011

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Syukuran.

Setelah kemarin hari, hilangnya blog-ku yang lama yang begitu Aku cintai. Maka hari ini, kubangun lagi rumah yang baru. Bukan berarti rumah yang baru, maka cinta yang baru juga akan tumbuh. Tidak. Sama saja dengan rumahku yang dahulu. Tidak lebih dan tidak kurang. Semua rumah akan terasa sama, jika hati yang ditempati juga sama bukan? Selamat datang diriku dan hatiku sendiri di Rumah.


Mari tinggalkan jejak dengan tulisan, agar tak kau hilang setelah sekian abad. Manusia Pergi, Kesan tinggal, Tulisan abadi.